Trilogi insiden

Aku tidak mengerti dengan orang-orang. Kalau kita kawin dan belum punya anak, selalu ditanya, ‘Kenapa belum punya anak?’ Kalau kita punya anak satu, lantas akan ditanya lagi, ‘Kenapa cuma punya anak satu?’ Repot benar mengurusi orang lain. Heran!

Kami adalah orang-orang yang sudah tak bisa lagi merasa kehilangan karena kehilangan telah menjadi kekayaan hidup kami.

Banyak orang di dunia ini menderita begitu hebat sehingga harus mengikis perasaannya sendiri. Supaya tidak perlu mengakui dirinya kesepian. Supaya tidak perlu takluk kepada keterasingan.

Kita semua berdoa agar kehidupan semakin adil. Namun, mereka yang dikalahkan tidak pernah merasa dunia ini adil, bukan?

angkuh tapi rapuh, jumawa tapi ketakutan, marah tapi tak berdaya

Janji sudah dibuat. Hidup sudah dijadwal. Masih untung ada sepotong waktu untuk sepotong senja. Untuk sepotong kenangan, untuk sepotong bayangan yang bermain-main di kepala. Hidup barangkali memang hanya suatu bayangan. Suatu ilusi.

Meyakinkan diri bahwa semua ini barangkali saja tidak terlalu sia-sia.

tidak semua hal harus dikatakan

Apakah seseorang harus kawin karena orang-orang lain kawin, dan apakah seseorang harus punya anak karena orang-orang lain punya anak?

Kita bisa setia sampai mati kepada seseorang, tapi kita tidak bisa memaksa siapa pun setia kepada kita, bukan?